Ta’lim Al Muta’allim : Adab dalam Menuntut Ilmu

ADAB MENUNTUT ILMU
(Pos-1) Hakikat ilmu Fiqh dan keutamaannya
“Menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan” Kewajiban menuntut ilmu dalam hadist di atas yang dimaksud adalah dalam hal ilmu ushuluddin (ilmu Agama dan  Fiqh). “Seutama-utamanya ilmu adalah ilmu agama dan seutama-utamanya amal adalah menjaganya” sehingga menjadi sebuah kewajiban bagi kaum muslim untuk memahami ilmu agama. Memahami hal yang paling fundamental dalam hidup, dari mana kita berasal? Untuk apa kita dihidupkan? Dan kemana kita akan pergi setelah kematian? Ketika seorang manusia sudah memahami hakikat hidupnya, maka dia akan berusaha untuk memahami rambu-rambu kehidupan yang tertuang secara tegas dalam Alqur’an dan Sunnah. Kita hidup di dunia hanya sementara dan pada ahirnya akan pulang ke kampung akhirat, layaknya seseorang yang akan pergi ke sebuah tempat yang jauh, ketika dia sudah memahami arah dan jalan untuk menuju ke sana, maka dia akan dengan mudah sampai ke tujuan. Sedang jika tidak mengetahui arahnya, maka dia akan tersesat. Itulah analogi hidup  akan paham tidaknya seseorang mengenai hukum-hukum kehidupan (syari’at). Dia yang paham maka akan selamat dan dia yang tidak paham maka akan tersesat.
“Sesungguhnya satu orang yang menguasai ilmu Fiqh serta wira’i itu lebih kuat mengalahkan syetan dibanding 1000 orang ahli ibadah”
“Ketahuilah, ilmu itu sungguh merupakan perhiasan bagi pemiliknya, dia adalah pertanda bagi tiap-tiap orang yang terpuji”
(Pos-2) Niat Ketika Mencari Ilmu
“Sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niat”
Banyak sekali amal yang berbentuk amalan dunia tetapi dikarenakan bagusnya niat bisa menjadi amalan akhirat. Begitu juga sebaliknya, banyak amalan akhirat yang dikarenakan jeleknya niatnya sehingga menjadi amalan buruk yang justru mengantarkannya ke neraka. Hendaknya para pencari ilmu berniat untuk menari ridha Allah dan menghilangkan kebodohan dalam dirinya serta pada orang-orang yang bodoh.
(Pos-3) Memilih Ilmu, Guru dan Teman
Dalam menuntut ilmu di anjurkan untuk memilih ilmu yang baik dan dibutuhkan dalam perkara agama. Mendahulukan ilmu tauhid dan mengenal Allah dengan segala kesempurnaanNya. Dan tidak memprioritaskan ilmu yang baru seperti filsafat, mantiq, dll karena akan menyia-niyakan umur dan membuang waktu.
Sedang dalam memilih guru di anjurkan yang pandai, hati-hati dalam masalah halal haram dan ahli wira’i.
“Ingatlah ! kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara. Cerdas. Semangat. Sabar atas cobaan dan ujian. Sak. Di ajar oleh guru. Dan membutuhkan waktu yang lama” [Ali bin Abi Thalib]
Dan dalam memilih teman, sebaiknya memilih teman yang tekun, ahli wira’i, berwatak baik dan cepat memahami perkara. Jauhilah teman yang bersifat malas-malasan, pendek akalnya, banyak bicaranya, membuat kerusakan dan ahli fitnah. Dari teman kita yang baik maka dekatilah, karena sekali-kali kita pasti akan mendapatkan petunjuk dari Allah melalui dia.
(Pos-4) Memuliakan Ilmu dan Orang yang Mempunyai Ilmu
Orang yang menuntut ilmu tidak akan memperoleh ilmu yang bermanfaat kecuali dengan menghormati gurunya. “Aku adalah hambanya orang yang mengajariku walaupun satu huruf” [Ali bin Abi Thalib]. Termasuk adab dalam memuliakan guru adalah dengan menghormati anaknya dan orang yang berhubungan dengannya.

Baca lebih lanjut

Enam Perkara Syarat – Syarat Yang Harus Dipenuhi Dalam Melaksanakan Ibadah

Tausiyah In Tilawatun Islamiyah

Oleh

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-‘Utsaimin

Perlu diketahui bahwa mutaba’ah (mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak akan tercapai kecuali apabila amal yang dikerjakan sesuai dengan syari’at dalam enam perkara.

Pertama : Sebab.

Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada Allah dengan sebab yang tidak disyari’atkan, maka ibadah tersebut adalah bid’ah dan tidak diterima (ditolak).

Contoh : Ada orang yang melakukan shalat tahajud pada malam dua puluh tujuh bulan Rajab, dengan dalih bahwa malam itu adalah malam Mi’raj Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dinaikkan ke atas langit). Shalat tahajud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab tersebut menjadi bid’ah. Karena ibadah tadi didasarkan atas sebab yang tidak ditetapkan dalam syari’at. Syarat ini -yaitu : ibadah harus sesuai dengan syari’at dalam sebab – adalah penting, karena dengan demikian dapat diketahui beberapa macam amal yang dianggap termasuk sunnah, namun sebenarnya adalah bid’ah.

Kedua : Jenis.

Artinya : ibadah harus sesuai dengan…

Lihat pos aslinya 367 kata lagi

SERPIHAN HATI YANG BARU

Kini aku paham

Aku yakin kau bisa tanpaku

Dan menemukan serpihan hati yang baru

Tapi itu bukan aku

 

Mungkin namaku bukan lagi satu-satunya di benakmu

Kau pergi, aku pergi

Mungkin inilah yang terbaik

Aku yakin kau bahagia meski itu tanpaku

Aku menyayangimu

Namun sebuah cinta tak harus memiliki, bukan?